Jurang Kesejahteraan di Kampar Kian Menganga, Elit Pemda Sibuk Drama dan Hamburkan APBD

Redaksi - Nusantara

YOGJAKARTA (SN) - Di saat puluhan ribu warga Kabupaten Kampar berjuang mengatasi kemiskinan dan pengangguran, perhatian publik justru tersita oleh drama perseteruan terbuka antar elit daerah dan dugaan pemborosan anggaran yang mencederai rasa keadilan. 

“Aku pernah berkata, ada orang kaya raya, auto Mercedes, gedungnya tiga, empat, lima tingkat, tempat tidurnya kasurnya tujuh lapis mentul-mentul. Kakinya tidak pernah menginjak ubin, yang diinjak selalu permadani yang tebal dan indah. Tapi orang yang demikian itu, pengkhianat. Tapi orang itu menjadi kaya oleh karena korupsi (penyelewengan). Orang yang demikian itu di wajah-Nya Tuhan yang Maha Esa, adalah orang yang rendah!”. (Ir. Soekarno) 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kampar 2024 menunjukkan 63.840 jiwa masih terperangkap dalam kemiskinan, sementara tingkat pengangguran mencapai 3,67% atau sekitar 12.923 orang. Angka ini menegaskan bahwa janji kesejahteraan rakyat masih jauh dari kenyataan.

Panas! Konflik Terbuka Bupati Vs Sekda Jadi Tontonan Rakyat

Ketua Umum IPRY?- KK Muhammad Wahyu Illahi Mengatakan, Di tengah kesulitan ekonomi yang mencekik rakyat, panggung pemerintahan daerah justru diwarnai konflik memalukan antara Bupati Kampar, Ahmad Yuzar, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Hambali. Kritikan pedas Sekda terhadap kinerja Bupati yang tersebar luas melalui video wawancara telah menjadi tontonan publik.

"Bagi rakyat Kampar yang esok harus bekerja serabutan demi biaya pendidikan anaknya, drama politik semacam itu tentu tidak membawa manfaat sedikit pun," Kata Wahyu. 

Menurut pakar Hukum Tata Negara, Gugun El Guyanie, konflik elit yang dipertontonkan seperti ini berpotensi menyebabkan fragmented local government (pemerintahan daerah yang terpecah) yang mengganggu stabilitas politik, dan pada akhirnya, kesejahteraan rakyat akan terlupakan. Konflik ini dianggap sebagai pengkhianatan terhadap mandat konstitusi yang mewajibkan pejabat mendahulukan kepentingan rakyat.

Kemewahan di Tengah Derita: APBD Rp 1,8 Miliar untuk Mobil Dinas Mewah

Ironi lain yang menguji kesabaran publik adalah kebijakan pemerintah daerah yang mengalokasikan APBD sebesar Rp 1,8 miliar untuk pembelian mobil dinas mewah jenis Toyota Vellfire. Keputusan ini muncul di saat warga Kampar menghadapi berbagai masalah fundamental, mulai dari tingginya harga kebutuhan pokok, sulitnya akses air bersih, infrastruktur desa yang rusak, hingga biaya pendidikan yang mahal.

Tindakan pemborosan ini dinilai mencederai rasa keadilan sosial. Uang rakyat yang seharusnya dialokasikan untuk program berdampak langsung, seperti:

Peningkatan dan perbaikan fasilitas penunjang pendidikan.

Pemberian beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa.

Peningkatan layanan kesehatan.

Pemberdayaan UMKM dan penyediaan lapangan kerja.

Justru dihamburkan untuk memenuhi gengsi jabatan elit.

Fungsi Pengawasan DPRD Dipertanyakan: Pengadaan Mobil Mewah Tanpa Tangan Legislatif?

Pengadaan mobil dinas mewah ini menimbulkan sorotan tajam terhadap fungsi pengawasan DPRD Kampar. Penganggaran dalam APBD mustahil lolos tanpa persetujuan bersama antara eksekutif (Bupati) dan legislatif (DPRD), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun, muncul pernyataan dari Ketua Komisi I DPRD Kampar yang mengaku tidak mengetahui adanya penganggaran tersebut. Hal ini dinilai sebagai bukti bahwa DPRD, sebagai representasi masyarakat Kampar, bobrok dalam menjalankan fungsi pengawasan dan telah gagal melindungi uang rakyat.

Mengutip filsuf ternama Jeremy Bentham dengan teori Utilitarianisme, keadilan adalah segala sesuatu yang memberikan kebahagiaan sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan pejabat Kampar dalam kasus ini justru dianggap "berusaha membahagiakan diri sendiri demi gengsi yang tentu jauh dari makna keadilan."

Rakyat Kampar kini dihadapkan pada kenyataan pahit: menderita secara ekonomi dan pada saat yang sama, memiliki pejabat yang abai, elitis, boros, dan hanya sibuk dengan perselisihan internal. Masyarakat Kampar dituntut untuk tidak larut dalam drama elit, namun berhak marah dan menuntut keadilan sosial atas pemborosan APBD yang berasal dari pajak dan keringat mereka sendiri.

Masyarakat Kampar "seharusnya" tidak larut dalam drama elit.(ilh)